Tuesday, 1 April 2014

CERPEN : Tiada Sempadan Kasih

" Ke marilah nak " ucap seorang lelaki tua pada seorang anak kecil.
" Mendekatlah, dan biar kupeluk dirimu.." ucapnya lagi dengan suara lembut. Lalu anak kecil itu menjatuhkan tubuhnya dalam pelukan sang lelaki tua. Dia mendakap begitu erat, seperti tak ingin terlepas lagi. Hal yang sama juga dilakukan lelaki tua itu. Memeluk tubuh kecil itu dengan segala hangatnya. Lalu perlahan, kembali dia berucap. " Anakku.. lihatlah olehmu taburan bintang di langit sana. Indah bukan..?"
Anak kecil itu hanya mengangguk, di antara tatap matanya pada sang bintang.
" Pilihlah yang kau suka. Pilihlah seperti apa yang kau ingin.. kerana bukan tak mungkin, yang kau pilih itu memang milikmu.."

"Bolehkah, ayah..?" perlahan suara anak kecil tu terdengar ragu. "
Tentu saja boleh, anakku.. Dan ayah juga akan berdoa untuk pilihanmu.." Anak kecil itu hanya diam dan menunduk menatap tanah.

" Tidak, ayah.. Aku tidak mahu bintang-bintang itu.." ucapnya seperti menahan sesuatu. Sesuatu yang entah mengapa membuat waktu menjadi begitu sepi.
"Mengapa..?"
"Mengapa kau tidak memilihnya..?" tanya lelaki tua itu mencuba mencari tahu.
"Tidak.. Aku tidak ingin bintang-bintang itu. Aku hanya ingin ayah.." perlahan setengah isak, suara anak kecil itu terdengar berucap.

" Arghhh...." kini terdengar desah suara lelaki tua itu yang menjadi parau. Lalu dibelainya rambut hitam sang anak. Mengusapnya dengan penuh kasih. Perlahan pula dia berkata, " Anakku.. meski jarak memisahkan, walau waktu membelenggu batas temu.. Aku tak pernah jauh darimu. Kerana kau akan senantiasa hidup dalam detak nadiku. Mengalir hangat dalam darahku.. dan terucap pasti dalam setiap doa.." Anak itu hanya diam. Entah mengerti atau tidak. Namun yang pasti, isaknya terdengar memenuhi waktu.

Di antara pelukan itu, ada kata yang terucap tanpa terdengar dari mulut lelaki tua itu. Mengalir bagaikan rintihan gelombang di tengah luasnya samudera.

" Tuhan.. Aku takkan bertanya mengapa tentang semua rasa perih dan sepi ini.. dan aku terima semua ketentuanMu. Tapi tolonglah tentukan juga sebuah jalan. Agar bening matanya berbinar layaknya mentari.. kerana tanpa tawa bahagianya, bagaimana mungkin nanti aku bisa menghadapMu dengan tenang.."

Waktu terus berlalu..
Membiarkan airmata yang terjatuh, di antara dua rasa hati yang saling memeluk itu.
Dan sepi.. Menjadi saksi kedua pelukan itu terlepas,
Saat persimpangan jalan hidup memisahkan keduanya.




No comments:

Post a Comment